Rurouni Kenshin

Rurouni Kenshin

Hujan dan lampu mati di rumah. Iseng buat kepikiran nulis review tentang film yang di angkat dari serial manga yang terkenal dan favorit saya. Judulnya “Rurouni Kenshin” dan di ambil dari judul manga yang sama. Kalau dulu, waktu serial anime tayang di Indonesia di beri judul Samurai X.Film ini cukup menarik karena di bawah naungan PH kelas hollywood yaitu Warner Bros langsung. Saat rilis blueraynya, ketersediaan link downloadnya sudah banyak, mengingat manga dan animenya terkenal di negara ini. Tapi yang lama dan susah adalah pencarian subtitlenya. Apa di negara ini ga ada movie freak atau team subtitle yang bisa bahasa jepang kali ya, jadi nunggu subtitle berbahasa inggris dulu lalu di translate ke indonesia. Pertama kali saya suka ama manga ini saat saya berkunjung ke Jakarta di rumah sepupu saya yang hobi dengan budaya Jepang. Bakat menggambar manganya juga bagus, tapi hobi tetaplah sebuah hobi apabila tidak ada ambisi atau dukungan dari orang-orang sekitar (ceileh). Back to topic, sepupu saya tersebut mempunyai koleksi lengkap serial manga ini dan saya gemar membaca berulang ulang setiap saya berkunjung ke sana. Sampai sekarang kalau saya rindu membaca manga tersebut, saya tinggal membaca manga scan yang saya download. Untuk OVA juga sudah saya tonton semua, mulai dari tragedi Tomoe, Epilogue yang saat itu kenshin menderita penyakit ganas misterius (mungkin ini yang di maksud ama megumi-dono), dan saat dia “cross-fate” denga saudara salah satu korban kenshin saat menjadi Hitokiri Battousai.

Untuk nama pemeran yang saya ingat hanyalah Takeru Sato, pemeran tokoh Kenshin yang dia sebelumnya di kenal sebagai pemeran tokoh Kamen Rider Den-O. Jajaran cast di sini menarik, karena sebisa mungkin di buat mirip dengan manga. Mulai dari Kaoru yang memang aktrisnya berumur 20 tahun (di manga kaoru berumur 17, lumayan deket kan), wajah polos dan agak feminim (juga awet muda kalau di manga) ala kenshin, si Kanryu Takeda yang mata duitan nan menyebalkan (juara ini, meski kesan bengisnya kurang mengingat dia otak mafia penjualan opium dan senjata), dan Jin-ei yang mirip banget ama penokohan di manga (meski kurang insane laughingnya). Yang menurut saya agak kurang dalam pemilihan dan penyesuaian cast sesuai manga adalah tokoh Hajime Saitou, Megumi Takani, Sanosuke Sagara, Yahiko Myojin, dan Aritomo Yamagata. Saitou yang sebenarnya orangnya misterius dan bengis (mantan komandan unit 3 Shinsengumi gitu loh…) jadi kayak orang songong kalau di lihat cara berjalannya. Gatotsu (tekniknya Saitou) juga cuma sekali ada di film ini. Megumi yang menurut saya lebih cocok ke wanita karir yang feminim atau wajahnya seharusnya lebih independen, di sini malah jadi agak imut meski usianya udah sesuai ama pemerannya. Sanosuke, wajahnya kurang muda padahal dia seharusnya hampir seumuran ama Kaoru, pokoknya Sanosuke ini agak fatal meski sifatnya sudah sesuai. Yahiko yang seharusnya lebih tegas dan keras kepala, di sini malah lebih penurut. Yamagata seharusnya lebih berwibawa dan lebih paham dengan ideologi Kenshin, di sini jadi lebih pengecut dan kurang pengertian meski mereka sesama patriot jaman Meiji.

Untuk cerita memang di sesuaikan dengan saat kenshin berhadapan dengan Kanryu dan Jin-ei sebagai tokoh antagonis di manga. Cuma memang ada beberapa tokoh dan cerita yang berubah dan agak di paksakan. Mungkin bagi penggemar manga yang “buta” akan dunia perfilman mungkin akan protes tanpa henti atau mungkin kecewa. Tapi kalau anda tau susahnya memasukkan plot yang kompleks dan panjang, serta tokoh yang bejibun dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda, mungkin anda sependapat dengan saya kalau film ini tidaklah mengecewakan. Pemaksaan yang saya maksud di sini adalah tokoh Anji yang jadi anak buah Kanryu, padahal di manga Anji adalah anggota Juppon Gatana di bawah pimpinan Shisio. And hello… Anji itu botak, di sini dia berambut gimbal ikat belakang. Kenapa saya berasumsi itu Anji (padahal sama sekali tidak mirip) adalah saat di tawari daging ama sanosuke saat bertarung di dapur, dia menolak dan mendoakan makanan tersebut. Tapi saat di tawari minuman, dia bersemangat. Mungkin ini konsep “fallen monk” yang sama sekali berbeda bentuk dan latar belakangnya dengan manga. Yang sampai saat ini masih saya cari adalah sosok bertopeng yang di film dia mengaku sebagai sesama patriot dengan Kenshin dan saat dibuka topengnya dia berambut agak putih (hampir mirip ama Enishi, namun di film terdapat bekas luka juga di pipi). Masih saya cocokkan dengan referensi manga yang telah saya baca dan masih belum ketemu ini siapa, apa dia tokoh baru ya. Tapi bagi orang awam, memang tokoh ini cocok sih sebagai pelengkap tokoh yang melawan Kenshin di Kanryu Mansion. Maka dari itu, transisi dari manga ke film di buat juga supaya terlalu tidak asing bagi orang awam. Mungkin itu juga tujuan dari Warner Bros agar menggaet bukan hanya penggemar manganya saja (maklum deh, pebisnis…).

Untuk sound, kesan dramatisnya dapet tetapi ada beberapa music score yang terlalu dramatis malah. Kalau tidak salah waktu bagian film yang akhir. Pertarungan pedang juga tidak terlau utopis seperti di manga. Cuma yang sedikit mengecewakan adalah penjelasan tentang luka “X” di pipi kenshin. Mungkin memang terlalu panjang di jelaskan secara detail. Tomoe juga cuma kelihatan dari belakang saja (padahal kisah Tomoe dan Kenshin tuh bagian favorit saya di manga). Overall, rating 4 out of 5 deh buat film ini. Memang jauh dari sempurna tapi cukup bagus sebagai obat rindu penggemar manga Rurouni Kenshin.

Looper

looper

Di kesempatan kali ini saya ingin membahas tentang sebuah film tentang time travel. Judulnya “Looper”. Film yang di bintangi oleh Bruce Willis, Joseph Gordon Levitt, dan Emily Blunt. Riasan yang di pakai oleh Joe muda (Joseph) di buat mirip dengan Joe tua (Bruce W) dan sekilas Joseph berbeda di bagian alis dan bibir. Mungkin agar transisi lebih smooth ke Joe tua di cerita ini. Tapi bagi yang sudah menonton beberapa filmnya Joseph, pasti tetap akan terlihat berbeda dengan Bruce W (ya iyalah).Bersetting di tahun 2044, tempat dan penampakan kota tidak terlalu futuristik dan “clean”. Masih tetap seperti tengah kota yang kumuh atau pedesaan dengan persawahan jagung. Yang berbeda hanyalah kendaraan yang mulai menggunakan panel solar. Mungkin imajinasi sang sutradara di buat realistik aja, di mana global warming sudah mulai mendunia dan atau bahan bakar fossil sudah punah jadi mereka beralih ke sumber di tenaga lain.

Joe muda yang menjadi pembunuh bayaran yang di sewa dari taipan mafia dari masa depan, yang mana kala itu untuk pembuangan mayat di masa depan adalah ilegal. Maka dari itu sang korban di kirim ke masa lalu yang mana pembuangan mayat lebih mudah. Time travel di masa depan juga di anggap pelanggaran hukum berat, makanya mesinnya hanya di miliki oleh bos mafia tersebut (the one and only). Pembunuh bayaran inilah yang di sebut looper. Seperti biasa, film dengan tipe seperti ini selalu membuat penonton memutar otak atau mengimplementasikan teori ruang dan waktu yang sampai saat ini masih hanyalah sebuah teori. Selalu twisted plot, tapi film ini lebih dari itu, yang mana saat Joe muda terjatuh dari apartemennya dan film beralih lagi saat kesalahan eksekusinya yang berujung perburuan dengan “panitia disiplin” dari mafia masa depan yang di kirim ke masa lalu. Nah, di sini perulangan waktu di sini tidak berujung ke perburuan atau kegagalan eksekusinya, tetapi keberhasilan eksekusi tersebut. Dia menjadi tua dan berkeluarga, namun setelah 30 tahun dia akhirnya di eksekusi. Di kirim ke masa lalu, namun dia berhasil melakukan perlawanan dan akhirnya dia mengirim dirinya sendiri ke masa lalu dan memburu bos mafia tersebut yang di kenal sebagai Rainmaker. Nah di sinilah twisted plot tersebut terjadi. Kalau time travel, apakah paradox saat Joe tua kembali dan menggagalkan eksekusi atas dirinya, berarti memori atau pernikahan dia kemungkinan tidak akan terjadi atau menuju ke alur cerita yang lain. Ini bisa saja merujuk bukan ke time travel, tapi lebih kepada teori multiverse. Di mana Joe di semesta ini jadi eksekutor dan di semesta lain bisa saja menjadi seorang petani.

Tidak hanya 1 twisted plot yang terjadi di sini, ada juga kemungkinan Joe adalah si Cid yang tidak lain adalah Rainmaker di masa depan. Cluenya adalah saat seorang stripper yang juga adalah pacar dari Joe muda saat tidur dengan Joe. Joe bercerita kalau ibunya dulu suka membelai rambutnya dan stripper ini membelai Joe seperti ibunya supaya menghibur Joe yang kehilangan sahabatnya. Saat Cid cilik sedang tertidur, dia juga di belai oleh Emily Blunt saat ending dan kalau di teliti lagi warna rambut Joe dan Cid ternyata memiliki warna yang sama. Hal ini menjadi faktor pendukung lagi kalau ini adalah multiverse. Namun kalau balik lagi ke time travel, hal tersebut hanyalah sebuah kebetulan atau emang sutradaranya yang sengaja membuat kontroversi ini. Who knows…

Di samping ruwetnya jalan cerita, akting dari beberapa tokoh utama dan pendukungnya cukup bagus. Sang veteran Bruce Willis memang sudah tidak diragukan lagi, Joseph yang menurut saya total dalam berperan, Emily Blunt yang sudah (bisa) hilang aksen britishnya (di film The Devil Wears Prada terlihat sekali logat britishnya), dan juara akting di sini adalah Cid cilik. Tapi perannya sebagai anak kecil yang kondisi jiwanya tidak stabil karena tragedi yang di alami sebelumnya membuat saya berdecak kagum. Mungkin ini aktor masa depan dan semoga tidak disoriented seperti Mckullay Culkin yang terjebak narkoba. Tapi selain faktor yang saya sebutkan di atas, film ini kurang begitu greget. Film ini recommended deh buat yang movie freak. Oh ya, omong-omong soal movie freak, saat saya bercerita tentang keruwetan film ini, dia berkomentar “ngapain mikirin film sampe segitunya”. Well, it’s just a matter of a hobby yang dimana dia mungkin ga bisa respect dengan itu. Laki-laki memang tidak bisa di pisahkan dengan hobi…

As I Lay Dying – Awakened

Awakened

Seperti di postingan saya sebelumnya, bahwa saya menunggu rilisnya album band favorit saya ini. Menurut pengumumannya tanggal 25 kemaren rilis, cuma baru sempet ngecek tanggal 28, di era serba cepat ini ternyata udah tersedia link download 1 album di salah satu file hosting. Cuma googling langsung muncul di page 1 google. Langsung deh download sebelum di klaim ama RIAA, apalagi nama filenya mengundang kecurigaan kalau saya jadi pengusaha rekaman *evil*. Setelah di dengerin 1 album, ternyata sesuai prediksi saya sebelumnya setelah mendengarkan 2 lagu di album ini. Emang semua lagu bernuansa baru tapi tetap tidak meninggalkan ciri khas dari band ini. Hasil akhirnya juga bagus, emang labelnya juga kawakan sih (Metal Blade Records).

Di sini saya tidak akan membahas 1 per 1 lagunya, tapi emang kalau anda penggemar genre Melodic Metalcore album ini wajib menjadi koleksi anda. Untuk yang mau download, udah saya sediakan di sini.

Untuk lirik album ini bisa di lihat di sini.

Berikut kedua video clip yang sudah di rilis.

As I Lay Dying – A Greater Foundation

Awakened

Iseng-iseng buka fan pagenya As I Lay Dying di facebook, ada postingan yang menarik. Yaitu Band itu rilis video clip untuk tembang anyarnya di salah satu album yang akan di rilis (Awakened) yaitu berjudul A Greater Foundation. Langsung deh meluncur ke link yang di share di situ, menujur youtube ternyata. Udah deh, bersenjatakan IDM (ada plugin untuk download video dari browser) langsung di mulai downloadnya. Video berdurasi 3:47 ini sekilas bikin penasaran, lagu seperti apa lagi yang di tawarkan di album baru nanti, yah ini mungkin salah satu promo supaya album “Awakened” nanti pada saat di rilis bakal meledak seperti album sebelumnya, “The Powerless Rise”. Sebelumnya dia udah rilis video clip tapi berbentuk lyric slide show yang entah kenapa lagi ngetrend di industri musik saat ini terutama sewaktu akan atau saat peluncuran album terbaru. Judulnya “Cauterize“.

Di video clip sebelumnya, terlihat kalau lirik komposisi dari Cauterize itu sama seperti karakteristik dari Tim Lambesis selaku pencipta lagu. Liriknya dalem, imajinatif, dan lugas. Yang berbeda adalah aransemen nadanya. Lebih cepat, padat, dan tentu saja lebih melodic dari sebelumnya. Pokoknya duet dan pembagian iringan nada dari Nick Hipa dan Phil Sgrosso emang top deh, sama seperti prediksi para kritikus musik di luar negeri sana. Yang lebih baik lagi, adalah band ini tetep konsisten di genrenya dan tetep menjadi pioneer genre “Melodic Metalcore” di dekade ini. Itu baru pemusik sejati. Bagi yang pengen dengerin lagu “Cauterize”, bisa download di sini.

Nah, tetapi yang saya maksud di postingan ini adalah lagu “A Greater Foundation” ini yang membuat sedikit berbeda dan agak heran waktu dengerinnya. Betapa tidak, waktu dengerin, saya jadi bertanya, “Ini saya lagi dengerin As I Lay Dying atau Atreyu atau Underoath?”. Emang di antara ketiga band tersebut meski bergenre sama, tetapi si AILD ini emang beda, apa karena anggotanya yang lebih tuwir ya? Yap, musik si AILD ini lebih kaya akan melodi, lebih technical, agresif dalam pemakaian efek gitar, dan drumnya yang lebih hardcore dan lebih harmonis. Tetapi di video clipnya terbarunya ini, AILD alunannta lebih terasa seperti metalcore modern, tetapi tetep keliatan kalo kualitas mereka di jaga betul dan anda yang penggemar genre metalcore pasti tau bedanya. Asyik, catchy, tetapi sayang liriknya belum keluar di internet. Jadi bagi yang pengen tau liriknya, harap sabar ya. Yang mau download audionya bisa di sini.

Boys Don’t Cry

boys dont cry

Hello again. Kali ini saya mau mengulas film yang sebenernya udah lama saya nonton ini terakhir kali. Tapi tetep film ini saya ingat karena pesan moralnya dan akting masing-masing emang bagus. Film ini di bintangi oleh Hilary Swank yang menurut saya aktingnya total di sini, bahkan secara akting bisa di samakan dengan perannya di film Million Dollar Baby. Ga tanggung-tanggung, si Hilary Swank ini memenangkan Academy Award (Oscar) untuk katagori aktris wanita terbaik di kedua film itu. Dan Chloë Sevigny juga mendapat nominasi di penghargaan yang sama dengan katagori aktris pendukung terbaik. Sebuah film yang di buat berdasarkan kisah nyata dan di putar di bioskop tahun 1999.

Continue reading “Boys Don’t Cry”

Dark Shadows

Dark Shadows

Ni film muncul versi blue ray hampir bersamaan ama Snow White and The Huntsmen. Tapi saya lebih penasaran ama ni film, karena castnya “mengkilap”. Aktor kawakan dan termahal Johnny Depp, Michelle Pfeiffer, Helena Bonham Carter, Eva Green, Christopher Lee, pendatang baru dan naik daun Chloë Grace Moretz, Bella Heathcote, penyanyi rock Alice Cooper yang berperan sebagai dirinya sendiri. Tak juga ketinggalan sutradara beken juga, Tim Burton. Rating di imdb juga ga terlalu buruk. Film ini di produksi ama Warner Bros dan Johnny Depp sebagai salah satu produsernya. Sebuah film remake dari serial TV taun ’70 dan ’90 an.

Continue reading “Dark Shadows”

Battleship

battleship

Pertama film ini di putar di Indonesia tidak sebegitu menarik. Jadi sampai bulan kemarin keluar versi blueray nya pun jadi males download. Pertama rating film di imdb.com tidak seberapa bagus, sempet nyentuh angka 5.9 lalu sekarang balik lagi ke 6.0. Waktu maen ama temen di kasih film ini, ga ada salahnya lah buat nonton karena malam itu ga ada agenda “autis” lainnya. Sewaktu nonton, agak terkejut kalo film ini garapan Hasbro dan Universal Studios. Wah, lumayan neh karena Universal Studios filmnya lumayan bagus. Tapi ada 1 kata sepanjang saya lihat film ini. “Transformers??”. Yup, nonton film ini kayak nonton film Transformers, mulai dari grafik visualnya, penataan artistik, angle shootnya juga mirip. Meski ga seurakan transformers karena sutradaranya beda. Tapi karena sama-sama dari Hasbro jadinya 11 12. Film yang di angkat dari game strategi jadul yang juga udah di patenkan ama Hasbro sekitar taun 2000 an.

Continue reading “Battleship”

The Dark Knight Rises

Film yang di tunggu-tunggu sejak awal taun 2012. Film terakhir dari trilogi Batman versi Christopher Nolan yang menurut saya adalah seorang sutradara dan penulis yang jenius. Betapa tidak, filmnya terkenal akan twist story dan screenplay yang padat. Premiere di Indonesia juga bertepatan dengan dengan premiere tarawih. Tapi saya akhirnya milih premiere film ini. Kafir. Mungkin orang-orang tidak seperti saya mungkin, waktu pesen tiket kosong melompong. Waktu nonton juga pada sepi, waktu itu nonton di 21 Tunjungan Plaza. Kata mas Venomation, di studio lain itu penuh. Saya nonton ama sahabat saya yang juga penggemar film ini.

Continue reading “The Dark Knight Rises”

Limit bandwidth IIX di mikrotik

Berawal dari tugas kantor, belum ada bayangan sebelumnya bagaimana konsep ini. Setelah berkonsultasi ke adminnya, ternyata ini cuma sebuah marking aja. Sama seperti marking packet port yang sudah umum di tempat kerja saya. Setelah googling dan eksperimen, ternyata masih belum berhasil masuk di counter yang tertera di winbox. Ternyata tidak di perlukan marking 2 lapis (marking connection lalu marking packet), hanya di perlukan marking packet saja dan sudah berhasil. Ok, berikut bahan-bahan yang perlu di siapkan.

1. PC router OS mikrotik.
2. Internet (bila buntu, tinggal bertanya saja ama ki joko google).
3. Tentu saja manusia sebagai operatornya.

Continue reading “Limit bandwidth IIX di mikrotik”